PENGERTIAN UMKM MENUTUR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A.   PENGERTIAN

UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) merupakan jenis usaha produktif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Selanjutnya disebut UU UMKM). Ketiga jenis usaha tersebut (Mikro, Kecil, dan Menengah) memiliki definisi yang berbeda berdasarkan UU UMKM. Pengertian Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Pasal 1Angka 1 UU UMKM adalah:

“Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria”

Sedangkan pengertian usaha kecil sebagaimana diatur  dalam Pasal 1 Angka 2 UU UMKM adalah:

“Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berbidir sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini,”

Kemudian pengertian usaha menengah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 3 adalah:

“Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasi, atau menjadi bagian bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa masing-masing jenis usaha merupakan badan usaha yang berdiri sendiri dan tidak dikuasai oleh badan usaha yang lebih besar sesuai dengan ketentuan UU UMKM.

B.    PERBEDAAN ANTARA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENEGAH

Kriteria dari masing-masing jenis usaha digolongkan sebagai berikut berdasarkan Pasal 6 UU UMKM

Usaha Mikro

Usaha Kecil

Usaha Menengah

·      Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

 

·      Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 

·      Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

 

·      Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

·      Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

 

·      Memiliki hasil       penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa penggolongan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dilakukan berdasarkan kekayaan badan usaha ataupun hasil penjualan tahunan. Selain itu UMKM berdasarkan sifatnya dapat dibedakan sebagai berikut:

1.     Livehood Activities, merupakan UMKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum biasa disebut sektor informal. Contohnya pedagang kaki lima.

2.     Micro Enterprise, merupakan UMKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahawan.

3.     Small Dynamic Enterprise, merupakan UMKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.

4.     Fast Moving Enterprise, merupakan UMKM yang telah memiliki jiwa keweirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi usaha besar (UB).

C.   PEMASARAN UMKM MENURUT UU UMKM

Dalam UU UMKM, Pemerintah memiliki peranan aktif dalam melakukan penumbuhan iklim usaha dan juga pengembangan UMKM. Salah satu aspek yang melibatkan pemerintah sesuai dengan Pasal 14 dan 18 UU UMKM adalah promosi dagang dan pemasaran dimana dalam tahap penumbuhan iklim usaha, Pemerintah diharapkan dapat memfasilitasi dalam hal:

a.     meningkatkan promosi produk usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri;

b.     Memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri;

c.     Memberikan Insentif dan tata cara pemberian insentif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk di dalam dan di luar negeri; dan

d.     Memfasilitiasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual atas produk dan desain usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor.

Kemudian di tahap pengembangan peran dari pemerintah adalah:

a.     Melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran;

b.     Menyebarluaskan informasi pasar;

c.     Meningkatkan kemampuan manajemen dan Teknik pemasaran;

d.     Menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaran uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro dan Kecil;

e.     Memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, dan distribusi; dan

f.      Menyediakan tenaga konsultan professional dalam bidang pemasaran.

Hal-hal diataslah yang menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan asistensi kepada UMKM untuk menumbuhkan iklim usaha yang baik dan juga mengembangkan UMKM itu sendiri. Pelaksanaan hal-hal tersebut akan meningkatkan kesejahteraan pelaku UMKM dan juga perekonomian Indonesia.